Sutiyoso Calon Presiden RI 2009-2014
Letjen. TNI Purn DR. (HC) Sutiyoso, SH lahir di Semarang pada tanggal 6 Desember 1944, dari keluarga guru karena Bapaknya merupakan seorang Kepala Sekolah SD di Semarang pada saat itu. Menginjak usia remaja Sutiyoso harus tinggal bersama kakaknya yang tertua di Pontianak, Kalimantan Barat. Maka tidak mengherankan jika dikalangan Keluarga Besar Sutiyoso terdapat Ipar yang berasal dari Kalimantan.
Setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 1963, Sutiyoso kemudian mengikuti Pendidikan di Akademi Militer dan lulus pada tahun 1968 dengan Pangkat Letnan Dua. Sebagai Perwira muda Sutiyoso kemudian ditempatkan pada Kesatuan Elite TNI AD Kopasanda yang semula bernama RPKAD dan kemudian berganti nama menjadi KOPASSUS.
Pendidikan Militer lanjutan seperti SESKOAD diselesaikannya pada tahun 1984, SESKO TNI tahun 1990 sedangkan LEMHANNAS pada tahun 1993. Dari Kesatuan Elite ini karier Sutiyoso kemudian ditempa mulai dari Komandan Unit Kecil sampai dengan menduduki jabatan Wakil Komandan Jendral KOPASSUS.
Selama itu Sutiyoso mengalami berbagai penugasan operasi baik di Kalimantan Barat, Aceh maupun Timor-Timur. Setelah berbagai penugasan operasi, Sutiyoso kemudian diberikan bertugas dibidang pengalaman territorial sebagai Komandan KOREM 063 Surya Kencana Bogor yang kemudian dipromosikan menjadi Kepala Staf KODAM V Jaya dan setelah itu menjabat sebagai Pangdam Jaya menggantikan posisi Wiranto yang pada saat itu dipromosikan menjadi Panglima KOSTRAD.
Setelah menyelesaikan tugas sebagai Pangdam V Jaya, Sutiyoso kemudian terpilih menjadi Gubernur DKI Jaya. Pada saat mengawali tugasnya sebagai Gubernur, Sutiyoso dihadapkan kepada masalah rehabilitasi Kota Jakarta akibat dari kerusuhan Mei 1998. Tantangan tugas pertama ini walaupun sangat berat mengingat begitu parahnya kerusakan Jakarta akibat amuk massa saat itu dapat diselesaikan dengan baik tanpa efek negatif maupun gesekan dengan instansi-instansi terkait.
Kualitas kinerja yang baik ini bukan dicapai secara tiba-tiba tetapi melalui tempaan pengalaman masa lalu yang begitu bervariasi. Jabatan Gubernur DKI Jakarta diemban selama 2 periode yaitu dari 1998 s/d 2007.
Selama masa jabatan itu, tanpa bermaksud untuk memuja Sutiyoso fakta menunjukan bahwa Sutiyoso sangat memperhatikan kehidupan rakyat kecil termasuk Guru dan pengusaha kecil. Sebagai Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso berhasil mengangkat penghasilan Guru di DKI menjadi yang tertinggi diantara seluruh Guru-guru di Provinsi lainnya.
Sebagai gambarannya gaji Guru di DKI Jakarta terendah mencapai Rp.4 juta jauh melebihi jumlah gaji dan tunjangan dari Guru-guru di Provinsi lainnya. Bantuan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dilakukan melebihi jumlah uang yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, tanpa harus melalui birokrasi yang berbelit-belit.
Rakyat hanya datang dan menunjukkan identitas sebagai penduduk Jakarta, jika jelas alamatnya langsung dapat diberikan bantuan usaha sesuai dengan permohonan rakyat yang bersangkutan, Sutiyoso pun menunjukan kepedulian yang lebih kepada lingkungan hidup yang bersih dan asri, melalui pembuatan taman-taman hijau seperti lapangan Taman Monas, dan Taman Menteng yang telah menambah sarana rekreasi bagi masyarakat.
Perhatian Sutiyoso seperti ini bukanlah dibuat-buat tetapi merupakan cerminan dari kepeduliannya sebagai anak seorang pegawai rendahan, karena dia menghayati betapa sulitnya pegawai rendahan untuk membiayai keluarganya. Sebagai pemimpin Kota Metropolitan, yang merupakan cerminan Indonesia mini, Sutiyoso juga dikenal sebagai sosok yang sangat pro pluralisme. Sikap ini bukan hanya karena Sutiyoso telah berinteraksi dengan masyarakat yang beragam, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh keluarga besarnya yang multietnis.
Pada pihak lain, Sutiyoso sering menunjukkan kepemimpinannya yang kuat pada saat-saat diperlukan. Sebagai seorang pemimpin yang pernah ditempa dan teruji dalam berbagai penugasan operasi, keberanian untuk mengambil keputusan yang tepat pada saat-saat genting sangat menonjol. Hal ini ditunjukkan dengan proyek Pembangunan Kanal Timur, Proyek-proyek Busway, Monorail, dan rencana pembangunan Subway. Tantangan massa pada saat proyek-proyek ini digulirkan datang silih berganti, tetapi Sutiyoso tidak bergeming. Proyek itu tetap dilanjutkan karena Sutiyoso yakin bahwa proyek-proyek ini pada jangka panjang akan dapat mengatasi masalah baik kemacetan maupun banjir yang dari waktu kewaktu melanda Jakarta. Wacana untuk mengatasi banjir dan kemacetan dengan membangun Megapolitan Jabodetabek sebenarnya merupakan konsep penanggulangan banjir dan kemacetan secara komprehensif dan terintegrasi. Namun, konsep pembangunan ini belum sempat diselesaikan, Sutiyoso sudah harus menyerahkan jabatannya pada penggantinya.
Disamping pelaksanaan pembangunan fisik dan ekonomi tersebut diatas , Sutiyoso mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pembangunan spiritual hal ini terbukti dengan berhasilnya membangun Islamic Center Jakarta yang begitu megah , yang dibangun di atas tanah tempat lokalisasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara (Keramat Tunggak) sehingga beliau mendapat julukan gubernur yang berhasil merubah "Tempat haram jadah menjadi sajadah". Dari keberhasilan-keberhasilan tersebut di atas, maka Provinsi DKI Jakarta dinyatakan sebagai provinsi yang paling berhasil meningkatkan APBD dalam kurun waktu 10 tahun, masa kepemimpinan Sutiyoso dari 1.7 triliun menjadi 21 triliun (terdapat kenaikan sebesar � 1300 %), hal ini tidak bisa dicapai oleh provinsi lainnya di Indonesia.
Dari konsep ini jelas terlihat bahwa sebagai pemimpin Sutiyoso merupakan pemimpin yang punya visi yang jauh ke depan (visioner). Namun, visi yang jauh ke depan (visioner) tersebut tetaplah membumi dalam arti bahwa visi-visi tersebut dapat dilakukan sesuai dengan konsep manajemen pembangunan modern. Pemeo Barat mengatakan bahwa dibalik suksesnya seorang Bapak terdapat dukungan dan dorongan yang tulus dari isteri serta anak-anaknya. Pemeo ini pun berlaku bagi Sutiyoso dan keluarganya, bahkan isteri dan anak-anaknya rela mengorbankan hak-hak mereka demi karir Sang Bapak dan kepentingan Rakyat.
Sebagai seorang Purnawirawan TNI sebenarnya setelah menyelesaikan 2 periode jabatan Gubernur DKI, Sutiyoso dapat saja untuk istirahat sambil menikmati masa tua bersama istri dan anak-anaknya. Namun, hal ini tidak dilakukannya setelah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa jumlah rakyat miskin dan tingkat pengangguran yang begitu tinggi menantangnya untuk tidak beristirahat tetapi siap untuk berkompetisi untuk membangun bangsa sebagai Presiden RI masa bakti 2009-2014 bukan untuk mengejar jabatan ataupun kedudukan, namun untuk menjawab tantangan kekinian yaitu kemelaratan, kebodohan, dan ketidakberdayaan akibat pengangguran. Dengan Motto: "Melalui kepemimpinan kuat yang sudah teruji mari kita bangkit dari keterpurukan dan menggapai, cita-cita nasional masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan aman dalam kesejahteraan."
Dibalik kekuatan-kekuatan tersebut diatas, sebagai manusia biasa Sutiyoso pasti juga punya kelemahan. Maka dalam kaitan ini rakyatlah yang nantinya menentukan apakah Sutiyoso layak dipercaya mengemban tugas yang lebih mulia dan berat. Oleh karena itu Sutiyoso dengan segala kerendahan hati namun penuh optimisme berharap bahwa jika kemelaratan / kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan kekerdilan ingin dihilangkan serta harkat dan martabat ingin ditinggikan, maka Sutiyoso merupakan alternatif pemimpin untuk menyelesaikannya.
disadur dari http://www.sutiyosocenter.com/